Senin, 20 Desember 2010


“Selamat Jalan Kara”

Pagi ini tak seperti biasanya, Kara gak datang ke sekolah. Padahal Kara itu muridyang paling rajin dataang kesesolah dan yang lebih anehnya gak ada kiriman surat dari Kara yang menyatakan sakit atau ada urusan lainnya. Nisa jadi khawatir, mungkin karena Nisa sahabatnya dari Sd sampai sekarang duduk di bangku kelas 3 SMA.
“San, loe lihat Kara nggak?” tanya Nisa pada Santi tman sekelas sekaligus teman sebangku Kara. “Enggak tuh! Dia memang hari ini nggak datang, gak tau kenapa. Soalnya gak ada surat yang datang, kalau nggak percaya tanya aja tuh sama Jaka ( ketua kelas Kara )”. Jawab Santi.
“Ohh, ya udah. Thanks ya”  Masa’ nggak ada yang tau Kara dimana sih?? Gumam Nisa dalam hati. Nisa dan Kara memang sahabatan dari SD tapi dikelas 3 kami lain kelas soalnya Kara masuk kelas unggulan, maklumlah Kara memang anak yang pintar, apa lagi rumah kami yang berjauhan.
Saat istirahat..
Nisa berjalan dengan lesu ke perpus. “Nisa!!” tiba-tiba ada seseorang memanggil namanya, pastinya itu bukan Kara, karena nisa tahu betul gimana suara khas Kara yang manja. Untuk memastika Nisa pun menoleh kebelakang.
“Dea”
“Hay, nis, apa kabar?”
“Hay juga, alhamdulillahh baik, lo ngapain di sekolah gue?” tanyaku pada dea. Dea adalah sepupunya Kara yang sebaya dengan ku dan Kara.
“gue tahu, loo pasti lagi nyari Kara?” Treka Dea.
“Iya sih, Loe tahu ngapa Kara nggak masuk sekolah?” tanya Nisa.
“Itu lah tujuan gue datang kemari, Kara masuk rumah sakit”.
“APA???” Teriak Nisa kaget mendengar pernyataan dari Dea.
“loe bercanda kan De, nggak mungkin lah. Kemarin sore itu gue ama Kara habis jalan-jalan ke mall dan dia fine-fine aja”
“Di dunia ini apa sih yang nggak mungkin Nisa?Kita juga nggak ngerti. Tapi ini memang benar kalau kara itu masuk RS tadi malam dia pingsan sepulang jalan-jalan sama lo.Ini  alamat Rs tempat Kara dirawat”. Ucap Dea sembari memberika secarik kertas yang berisikan alamat rumah sakit tsb, dan Dea pun pergi meninggal kan Nisa yang masih kebinggungan.
Sepulang sekolah…
Dengan buru-buru,Nisa mengambil tasnya tanpa menyalam pak burhan guru terakhir saat itu. Nisa pun memanggil taksi dan memberikan kertas tersebut pada supir. Tak berapa lama Nisa sampai pada tempat yang ia tuju. Dengan buru-buru Nisa masuk ke rumah sakit tersebut.
“Permisi mbak, kalau kamar pasien atas nama Kara Handayani dimana ya mbak?”. Tanya Nisa pada petugas piket RS itu.
“Di ruang Melati, adik lurus aja lalu belok kiri dan yang paling ujung itu lah kamarnya.” Jelas kakak itu.
“Makasih Mbak”
Kamar melati, ini dia!! Kata Nisa dalam hati sambil membuaka puntu itu perlahan. Nisa melihat sahabatnya sedang berbaring lemah, ketika melihat Nisa ia malah tersenyum seakan tak terjadi apa-apa dan Nisa pun membalas dengan senyum yang lebar.
Nisa masuk dan duduk di sebelah mama nya Kara sambil memegang tangannya yang lemah. “gimana Kar, dah baikan?”. TanyaNisa dan Kara hanya menjawab dengan anggukan. “Tante, kok bisa gini sih? Emangnya Kara sakit apa?” tanya Nisa pada Mamanya Kara yang duduk di sebelahnya.
“Itu lah, Tante juga masih bingung, karna samapi saat ini dokter belum kasih kepatian tentang sakit Kara. Saat sedang mendengar mamanya bercerita tiba-tiba Kara berteriak kesakitan sambil memenggang kepalanya. Nisa dan Orang tua Kara tampak panic mengkhawatirkan Kara. “Nisa, panggilkan dokter sekrang!!”tanpa pikir panjang Nisa yang sedang panic langsung berlari dan memanggil dokter yang menangani Kara. Kedua orang tua Kara dan Nisa terpaksa keluar karena dokter harus memeriksa Kara.
Orang tua Kara hanya menangis dan terlihat ketakutan. “aku tak boleh menangis, aku harus kuat, bagaimana pun aku disini untuk Kara, aku harus kasih Kara suport agar dia lebih kuat. Bertahan Kara, my confident if you poision, Yaa Allah tolonglah Kara, lindungi dia dari segala apa pun yang akan terjadi”. Ucap Nisa dalam hati sembari trus berdoa untuk sahabatnya itu.
Tak berapa lama Dokter keluar dari kamar Kara. “Bagaimana keadaan anak saya dok?”tanya mama kara.
“Maaf buk, kami telah berusaha semaksimal mungkin tapi tuhan berkehendak lain” kata dokter itu lalu pergi meninggalkan kami.
“Kara?!?” teriak mamanya histeris. Air mata yang di tahan Nisa sejak tadi akhirnya keluar juga. Nisa tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, papa Kara masih trus meyakinkan mananya kalau semua ini adalah kehendak Allah. Nisa meyakinkan dirinya untuk tak mempercayai dokter itu, dikumpulkannya sisa-sisa ternaganya dan melangkahkan kakinya memasuki kamar Kara. Dilihatnya sahabar yang sangat ia sayangi tergeletak lesu dengan wajah yang memucat.
“Kara, bagun kar,Kara!! Loe jangan bercanda Kara. Ini semua nggak lucu” Tangis gadis lugu itu seketika meledak. “Jangan tinggalin gue kara, kalau lo pergi gue harus gimana? Gue sama siapa lagi? Gue sayang sama lo Kara. Bangun Kara, Bangun!!”.
           Tiga hari berlalu tanpa Kara, semua hal-hal yang Nisa kerjakan seperti tak ada artinya sama sekali. Nisa jadi malas ke sekolah, malas keluar kamar, Nisa hanya mengurung dirinya dalam kamarnya dan termenung sambil mengingat ingat masa-msa kecil bersama Kara, tak disangka ia pergi tanpa memberika kata perpisahan terakhir untuknya. Da sesekali ia menangis hingga matanya membengkak.
“Tinggnoongg…” bel rumah Nisa berbunyi. Mama Nisa yang sedari tadi menatpi Nisa dari balik pintu kamar lalu bergegas membuka pintu. Gadisyang ia lihat adalah Dea, Dea datang untuk bertemu dengan Nisa. Ketika memasuki kamar Nisa, Da terkejut melihat Nisa yang sudah siap-siap akan memotong urat nadinya.
“Nisa. STOOP!!!” Teiak Dea membuat Nisa terkejut, sekaligus membuat mama nisa menjadi panic dan langsung berlari menuju ke kamar anak semata wayangnya itu. “Ada apa Dea?” tanya mama Nisa.
“Lihat tante, nisa!!” katanya sambil menunjuk ke arah nisa yang dudah kehilangan kendali atas dirinya.
“Nisa, apa-apaan kamu? Jangan sayang lepasin pisaunya, mama mohon”. Pinta mamanya dengan penug linangan air mata. Dea yanbg melihat Nisa sedang lengah langsung memukul tangan Nisa hingga pisau itu terjatuh jauh darinya. Dea langsung menampar Nisa dengan keras.
“Dasar bodoh, gue nggak nyangka kalau lo bakalan senekat ini. Mana Nisa yang dulu? Yang slalu ceria. Mana? Loe fakir Cuma loe yang seidh dan merasa kehilangan kara. Gue juga. Tapi gue nggak sebodoh loe yang bertingkah tanpa fakir panjang, gue yakinb Kara juga pasti nggak bakal senang ngelihat sahabatnya  seperti saat ini. Apa lo nggak kasihan sama nyokap lo!! Nyokap lo sayang sama lo Nisa. Lo bunuh diri itu bakalan nambah masalah baru, masalah untuk diri lo sendiri, nyokap lo, Kara gue dan orang-orang yang sayang sama lo!!”.  Teriak Dea sambil menangis.
“gue cuma pengen trus sama kara, itu aja”.
“Iya, tapi bukan gini cara nya! Kara nggak pernah ninggalin kita, dia selalu ada di dekat kita”.
“Mana?mana buktinya. Dia nggak ada! Kara ninggalin gue sendiri”. Ucap Nisa sembari trus menangis histeris.
“Dia ada, Kuta emang nggak bisa ngelihat dia tapi dia slalu dekat dengan kita, dia selalu ada uintuk kita, bahkaln lebih dekat dari darah yang mengalir di tubuh kita. Kara ada di hati loe Nis, seharusnya loe bisa rasain itu. Dia ada di sini(sambil menunjuk dadanya) di hati kita” ucap Dea membuat Nisa sadar dirinya telah berbuat suatu keputusan yang salah.
Nisa yang lemas langsung tergeletak kelantai, mamanya langsung memengangnya. “Nisa, mama sayang sama kamu, jangan pernah melakukan itu lagi. Mama mohon. Mama nggak tau kalau kamu ninggalin mama apa jadinya.”

Nisa sadar tak seharusnya ia menyiksa dirinya sendiri, ia lkalu memilih untuk pergi ziarah ke makam Kara bersama dengan Dea yang juga ingin ziarah sekalian pamit karna ia juga harus segera ke singapura untuk menyelesaikan sekolahnya.
 Keesokan harinya…
“Dea cepetn dong, nanti malah kita ke sorean lagi”. Oceh Nisa
“iya, iya, nggak sabaran banget sih”jawab dea kesal. Sesampainya di makam Kara, Nisa dan Dea menabur kan bunga dan berdoa untuk sahabat mereka.
“Hay, Kara. Kangen bisa bersama loe lagi. Sorry karna gue baru bisa jiarah sekarang. Gue tahu lo pasti nggak suka denghan tingkah gue kemaren yang sangat bodoh, gue seharusnya tahu kalau lo nggak bakal tinggalin gue karna lo selalu ada di hati gue, lo selalu nemenin gue.Gue sayang sama lo Kara. Terima kasih karna lo pernah ada dan datang dalam kehidupan gue dan memberikan warna dihari-hari gue, jika ada kehidupan ke dua gue pengen turs bisa menjadi sahabat lo. Thanks for all. Farewell Kara. You my friends is the best” kata nisa dalam hati sambil meneteskan air mata dan lalu tersenyum dan mencium nisan Kara.

1 komentar: